PENDAHULUAN
Sudah lama diharapkan ada pengantar pendek untuk karya
ini yang membahas topik-topik seperti misalnya konsep Buddhis mengenai makhluk
peta yang (biasanya) disebut doktrin mentransfer jasa kebajikan.
Sayangnya hal ini tidak dapat dilakukan karena keterbatasan waktu. Oleh sebab itu, saya berharap bahwa komentar Dhammapala mengenai Vimanavatthu, atau Cerita-cerita Surgawi, bisa dimasukkan. Mungkin dapat dikatakan di sini bahwa pada dasarnya, apa yang menyebabkan individu muncul sebagai peta adalah karena mereka lalai melakukan kedermawanan bagi Savakasangha yang pantas mendapat dana. Savakasangha merupakan tempat baru untuk pengurbanan, dan dapat juga dikatakan Agni (api kurban) baru. Sebagaimana menuangkan persembahan kurban ke dalam Agni, mengakibatkan persembahan itu ditransfer -lewat medium Agni- ke alam para dewa, demikian pula memberi makanan kepada Savakasangha mengakibatkan munculnya makanan itu -atau imbangannya yang amat halus- di alam sana untuk digunakan oleh orang itu sendiri setelah kematian. Tidak melakukan pemberian dana semacam ini (atau memberikan dana kepada mereka yang tidak pantas menerimanya) mengakibatkan tidak adanya komunikasi dengan alam dewa, tidak seperti berdana kepada Savakasangha dan Agni. Akibatnya, orang terlahir di alam dewa setelah kematian namun tanpa simpanan yang tersedia untuk menopangnya. Masalah yang serius ini dapat diluruskan dalam kondisi-kondisi tertentu oleh sanak saudara atau teman yang memberikan dana kepada yang pantas menerimanya. Kemudian mereka dapat memohon agar imbangannya yang amat halus yang dihasilkan dari dana itu dapat digunakan untuk peta ini atau peta itu. Kitab ini tidak menyarankan transfer jasa kebajikan seperti itu dan memang Dhammapala secara eksplisit menyatakan bahwa yang ditransfer bukanlah jasa kebajikan. Ketika menerima imbangannya yang halus di alam sana yang ditujukan padanya, peta itu pun berubah menjadi devata tanpa ada petunjuk bahwa perubahan status itu melibatkan tumimbal lahir apapun. Sebaliknya kita bisa melihat peta dan devata (yang biasanya memiliki vimana atau rumah besar) sebagai dua aspek kehidupan di alam dewa dalam kehidupan yang akan datang -yaitu kehidupan- kehidupan yang menderita dan bahagia. Keduanya itu masuk ke dalam dunia yang sama dan penyerahan imbangan halus dari dana itu sekadar meringankan keadaan penderitaan yang dialami oleh peta itu. Dengan demikian dia dimungkinkan untuk bisa menikmati kesenangan-kesenangan yang biasanya dihubungkan dengan dunia itu.
Sayangnya hal ini tidak dapat dilakukan karena keterbatasan waktu. Oleh sebab itu, saya berharap bahwa komentar Dhammapala mengenai Vimanavatthu, atau Cerita-cerita Surgawi, bisa dimasukkan. Mungkin dapat dikatakan di sini bahwa pada dasarnya, apa yang menyebabkan individu muncul sebagai peta adalah karena mereka lalai melakukan kedermawanan bagi Savakasangha yang pantas mendapat dana. Savakasangha merupakan tempat baru untuk pengurbanan, dan dapat juga dikatakan Agni (api kurban) baru. Sebagaimana menuangkan persembahan kurban ke dalam Agni, mengakibatkan persembahan itu ditransfer -lewat medium Agni- ke alam para dewa, demikian pula memberi makanan kepada Savakasangha mengakibatkan munculnya makanan itu -atau imbangannya yang amat halus- di alam sana untuk digunakan oleh orang itu sendiri setelah kematian. Tidak melakukan pemberian dana semacam ini (atau memberikan dana kepada mereka yang tidak pantas menerimanya) mengakibatkan tidak adanya komunikasi dengan alam dewa, tidak seperti berdana kepada Savakasangha dan Agni. Akibatnya, orang terlahir di alam dewa setelah kematian namun tanpa simpanan yang tersedia untuk menopangnya. Masalah yang serius ini dapat diluruskan dalam kondisi-kondisi tertentu oleh sanak saudara atau teman yang memberikan dana kepada yang pantas menerimanya. Kemudian mereka dapat memohon agar imbangannya yang amat halus yang dihasilkan dari dana itu dapat digunakan untuk peta ini atau peta itu. Kitab ini tidak menyarankan transfer jasa kebajikan seperti itu dan memang Dhammapala secara eksplisit menyatakan bahwa yang ditransfer bukanlah jasa kebajikan. Ketika menerima imbangannya yang halus di alam sana yang ditujukan padanya, peta itu pun berubah menjadi devata tanpa ada petunjuk bahwa perubahan status itu melibatkan tumimbal lahir apapun. Sebaliknya kita bisa melihat peta dan devata (yang biasanya memiliki vimana atau rumah besar) sebagai dua aspek kehidupan di alam dewa dalam kehidupan yang akan datang -yaitu kehidupan- kehidupan yang menderita dan bahagia. Keduanya itu masuk ke dalam dunia yang sama dan penyerahan imbangan halus dari dana itu sekadar meringankan keadaan penderitaan yang dialami oleh peta itu. Dengan demikian dia dimungkinkan untuk bisa menikmati kesenangan-kesenangan yang biasanya dihubungkan dengan dunia itu.
Mungkin ada gunanya bila beberapa kata ditambahkan untuk mengantar para pembaca pada gaya komentar Dhammapala. Setiap cerita bisa dikatakan masuk ke dalam tiga bagian yang berbeda : (1) adanya kebutuhan, atau kisah pengantar, yang menjelaskan keadaan-keadaan di mana syair yang muncul berikutnya diucapkan; (2) syair-syair itu sendiri; dan (3) komentar mengenai syair itu saja. Di dalam pengantarnya (PvA 2) Dhammapala mengacu dua yang pertama pada Sang Buddha. Ketika menjelaskan bagaimana syair-syair itu diucapkan, Sang Buddha sendiri mengulang syair-syair yang bersangkutan. Dengan demikian, hanya bagian ketiga yang membentuk komentarnya. Tugas komentar, selain menjelaskan siapa yang mengatakan syair yang mana, terutama adalah menjelaskan arti kata-kata yang muncul di dalam syair-syair dan bukan menjelaskan secara rinci doktrin yang mungkin tersirat di situ. Dengan demikian akan terlihat bahwa komentar ini kaya dalam apa yang tampaknya -terutama di dalam terjemahannya- mungkin merupakan rangkaian padanan linguistik yang tidak begitu menarik tetapi secara relatif tetap tidak menyinggung isu-isu doktrin yang penting.
Beberapa ciri gaya komentar Dhammapala pantas disebutkan :
(1) Bahasa Pali, tidak seperti bahasa Inggris, mengandung berbagai macam bentuk sesuai tata bahasa dan bentuk verbal alternatif (yang berubah-ubah menurut banyak faktor) dan berbagai bentuk dari akar yang sama. Dhammapala sering sekali memberikan padanan bentuk lain, yang biasanya lebih umum dipakai. Di dalam hal-hal demikian, saya telah mengikuti metode yang digunakan Ñanamoli di dalam Minor Readings and Illustrator-nya, demikian : gave (=memberi, bentuk lampau): dajja = datva (bentuk tata bahasa alternatif) (PvA 139 mengenai II 9 68); demikian pula you should say (Anda seharusnya mengatakan) : vajjesi = vadeyyasi (bentuk tata bahasa alternatif) (PvA 203 mengenai III 6 7). Sebagai contoh bahasa Inggris tentang pasangan bentuk alternatif pertama dapat kita bandingkan he spelt = he spelled, dan yang kedua he lit = he lighted.
(1) Bahasa Pali, tidak seperti bahasa Inggris, mengandung berbagai macam bentuk sesuai tata bahasa dan bentuk verbal alternatif (yang berubah-ubah menurut banyak faktor) dan berbagai bentuk dari akar yang sama. Dhammapala sering sekali memberikan padanan bentuk lain, yang biasanya lebih umum dipakai. Di dalam hal-hal demikian, saya telah mengikuti metode yang digunakan Ñanamoli di dalam Minor Readings and Illustrator-nya, demikian : gave (=memberi, bentuk lampau): dajja = datva (bentuk tata bahasa alternatif) (PvA 139 mengenai II 9 68); demikian pula you should say (Anda seharusnya mengatakan) : vajjesi = vadeyyasi (bentuk tata bahasa alternatif) (PvA 203 mengenai III 6 7). Sebagai contoh bahasa Inggris tentang pasangan bentuk alternatif pertama dapat kita bandingkan he spelt = he spelled, dan yang kedua he lit = he lighted.
(2) Variasi serupa bisa juga ditemukan di antara (a)
bentuk-bentuk kata ganti personal dan (b) bentuk akhiran dari kata benda. Jadi
misalnya I (saya) me = maya (PvA 15 mengenai I 32)
yang bisa dibandingkan dengan bentuk bahasa Inggris thy = your, sedangkan
sebagai contoh bentuk akhiran alternatif kita dapat mengutip that lotus pond
(kolam teratai itu): pokkharañña = pokkharaniya (PvA 157 mengenai II 129).
(3) Ciri bahasa Pali lain yang tidak dimiliki bahasa Inggris
adalah kemampuannya membentuk bentuk majemuk dan sering merupakan tugas
Dhammapala untuk memberitahukan masuk ke kelas majemuk yang mana contoh yang
diberikan itu. Hal ini dilakukan dengan mengurainya menjadi bentuk-bentuk
tunggal yang sekaligus menyebabkan terlihatnya hubungan internal yang
menyatukan bagian-bagiannya. Di dalam kasus-kasus demikian saya juga mengikuti
Ñanamoli, jadi : and with fraud and deceit (dan dengan kecurangan dan
penipuan): nikativañcanaya ca = nikatiya vañcanaya ca (ketetapan bentuk
majemuk) (PvA 211 mengenai III95). Akan terlihat jelas bahwa hampir
di setiap kasus suatu bentukan majemuk membutuhkan ketetapan seperti itu bila
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, karena ‘with fraud-deceit‘ dan
sebagainya sulit dipahami. Kadang-kadang kita bahkan menemukan bentukan-bentukan
majemuk yang ditetapkan pada bentuk kata bahasa alternatif : food and drink
: annapanamhi = anne ca pane ca (ketetapan bentuk majemuk dalam bentuk tata
bahasa alternatif) (PvA 25 mengenai I 52).
(4) Jelas bahwa kadang-kadang Dhammapala dihadapkan dengan
catatan-catatan variasi di dalam naskahnya. Maka sudah sepantasnya jika
perhatian kita ditarik dengan cara menyebutkan alternatif di dalam komentarnya.
Jika perlu, disertakan pula efeknya pada arti syair itu -lihat misalnya PvA 103
dst. mengenai II 717. Di saat lain, ungkapan-ungkapan tertentu
memang amat membingungkan dan pada PvA 158 mengenai II 12 9
Dhammapala menunjukkan bahwa subhe mungkin berarti ‘bersinar terang’,
sehingga bisa menjelaskan rumput, atau bisa juga merupakan sebutan raja bagi peti
ketika ini berarti ‘Petiku yang bersinar terang’.
(5) Seperti komentator-komentator lain, Dhammapala
kadang-kadang menawarkan etimologi yang lebih baik untuk berbagai kata, seperti
misalnya istilah arahant pada PvA 7 mengenai I 11 tetapi
tanpa ada -atau hanya sedikit- pembenaran linguistik seolah-olah kita mungkin
mengatakan bahwa seseorang berada dalam keadaan kesucian karena dia sepenuhnya
terbebas dari tidak-adanya-pengetahuan dari orang yang tidak percaya.
Bila kata yang dimaksud itu memiliki sifat yang lebih duniawi, kadang-kadang
dapat dideteksi adanya permainan kata-kata. Di dalam terjemahannya, permainan
kata-kata seperti itu hampir tidak mungkin dipertahankan. Tetapi kira bisa
mengilustrasikan gaya yang dipakai di situ dengan mengatakan bahwa seolah-olah
dia harus mengatakan bahwa pakaian itu disebut waistcoat ( coat =
mantel, waist = pinggang) karena terbuat dari bahan kain waste (buangan)
setelah coat nya dibuat; atau bahwa sesuatu itu sarong (sarung)
karena itu adalah sari yang telah diikat secara wrong (salah);
atau bahwa tempat duduk disebut sofa karena orang hanya dapat bersandar so
far (sejauh itu) sebelum dia terjatuh dari tepinya.
(6) Tetapi lima ciri ini secara relatif jarang ada di
seluruh kitab komentar, dan metode umum yang dipakai Dhammapala adalah mengutip
dari masing-masing tema syair yang beraneka panjangnya dan diikuti satu sinonim
atau lebih. Sinonim-sinomim ini sering diikuti oleh frasa lagi yang
diperkenalkan lewat kata ‘arti’. Dengan demikian, kesedihan (soko);
ratap tangis, penyiksaan hati, yang berarti terbakar di dalam (PvA 18 mengenai
I 43). Jika diketemukan bahwa satu atau beberapa syair tidak dikomentari,
biasanya ini disebabkan karena syair itu telah muncul di cerita sebelumnya dan
telah mendapat komentar di sana -inilah yang dimaksud oleh Dhammapala ketika
beliau seringkali mengakhiri komentarnya dengan catatan yang berarti bahwa
sisanya sama dengan yang sudah diberikan di atas. Kadang-kadang metode yang
diikuti lebih kompleks karena, setelah memberikan tema yang dikomentari,
Dhammapala kemudian mengulang tema yang sama itu, dengan diselingi berbagai
keterangan mengenai masing-masing kata sampai daya tarik bacaannya bisa
dianggap dikorbankan : mereka yang ….ketika suatu (upacara) penghormatan
yang besar terhadap stupa para Arahat sedang berlangsung (ye ca kho thupapujaya
vattante arahato mahe): secara kiasan beliau menjelaskan kerugiannya yang
besar dengan mengatakan, “Engkau harus memisahkan, engkau harus
menganggap sebagai orang luar, dari sana, dari tindakan yang penuh jasa
itu, mereka orang-orang yang seperti saya, memperkenalkan kerugian
dari kesalahan dengan menghormati stupa ketika suatu (upacara) penghormatan
yang besar terhadap stupa Arahat, Buddha Sempurna, sedang
berlangsung” (PvA 214 mengenai III 107), bagian-bagian yang
dicetak miring (kira-kira) merupakan syair itu sendiri. Mungkin lebih baik bila
gaya bahasa Pali tetapi diikuti sedekat mungkin walaupun hal ini sering
menghasilkan kalimat yang tampak janggal bagi orang yang tidak terbiasa dengan
metode yang digunakan. Tetapi jika Anda ingat metode Dhammapala, maka ketika
membaca, Anda mungkin memperoleh lebih banyak dari situ daripada bila
seandainya disajikan dengan bahasa Inggris yang lebih enak dibaca.
(7) Idealnya, tema-tema syair itu bisa digantikan dengan
keterangan komentarnya. Telah diupayakan dengan susah payah agar hal ini bisa
dilakukan di dalam bahasa Inggris dibandingkan dengan yang terdapat di dalam
bahasa Pali aslinya. Jadi II 121 terbaca :
Dan saya berolah raga dan bermain dan bersenang-senang,
tanpa rasa takut dari tempat manapun. Saya, Yang Mulia, telah datang untuk
memberikan penghormatan kepada petapa yang penuh welas asih bagi dunia.
Dan komentar pada PvA 77 menjelaskan :
Saya : saham = sa aham (ketetapan gabungan), olah
raga (ramami): menemukan kesenangan. Bermain (kilami) : memuaskan
indera-inderaku. Bersenang-senang (modami): bergembira karena besarnya
kenikmatanku. Tanpa rasa takut dari tempat manapun (akutobhaya): saya
berdiam dengan nyaman dan sesuka saya karena tidak adanya rasa takut dari
tempat manapun. Saya, Yang Mulia, telah datang untuk memberikan penghormatan
(bhante vanditum agata): Saya, Yang Mulia, telah datang, yaitu saya telah
menghampiri, untuk memberikan penghormatan pada Engkau yang merupakan sarana
bagi saya untuk memperoleh keagungan surgawi ini.
Jika tema-tema dari syair itu kemudian diganti dengan
keterangannya, maka hasilnya adalah sebagai berikut :
Dan saya menemukan kegembiraan dan memuaskan indera-indera
saya dan bergembira karena besarnya kenikmatan saya -saya berdiam dengan nyaman
sesuka saya karena tidak adanya rasa takut dari tempat manapun. Saya, Yang
Mulia, telah datang, yaitu, saya telah menghampiri, untuk memberikan
penghormatan kepada petapa yang penuh welas asih bagi dunia, Engkau yang merupakan
sarana bagi saya untuk memperoleh keagungan surgawi ini.
Di dalam mempersiapkan karya ini, edisi-edisi teks berikut
telah digunakan :
(1) Teks di dalam naskah Romawi yang diedit oleh E. Hardy
untuk Pali Text Society pada tahun 1894/1896 (diacu sebagai ‘teks’ dalam
catatan);
(2) Teks di dalam naskah Sinhala yang diedit oleh Siri
Dhammarama Tissa Nayaka Thera dan Mapalagama Chandajoti Thera dan direvisi oleh
Mahagoda Siri Nanissara Thera dan diterbitkan di Colombo pada tahun 1917
sebagai bagian dari Simon Hewavitarne Bequest (diacu sebagai Se).
(3) Teks di dalam naskah Burma pada edisi Chattasangayana
yang diterbitkan di Rangoon pada tahun 1958 (diacu sebagai Be).
Sepenuhnya saya mengikuti terjemahan edisi Hardy karena
inilah yang mungkin paling tersedia bagi pembaca bahasa Inggris. Lagi pula,
edisi Hardy tetap berharga -walaupun ada berbagai salah cetak yang biasanya
sudah dibetulkan di dalam Se dan Be- karena amat banyaknya bacaan yang
dipertahankan, tidak seperti yang terakhir. Saya sangat menyesalkan bahwa pada
saat itu edisi baru dari syair-syair teks Canon, yang membetulkan banyak
kesalahan ini dan dipersiapkan oleh Profesor Jayawickrama untuk PTS, tidak saya
miliki.
Ucapan terima kasih ditujukan bagi K.R. Norman dan Profesor
Richard Gombrich untuk pengarahan jalan keluar yang bagus mengenai banyak
bacaan yang mengganggu, juga kepada Lance Cousins yang pertama-tama
memperkenalkan saya pada karya ini, kepada Dr. L.P.N. Perera yang membantu saya
dari saat ke saat selama beliau tinggal di Lancaster, dan juga kepada istri
saya yang telah dengan sabar membantu memeriksa naskah yang diketik pada
tahap-tahap akhir. Yang terakhir, namun jelas bukan yang terkecil, saya harus
menyatakan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ms. Horner, yang terus menerus
menunjukkan perhatian dan merupakan sumber semangat saya.
Peter
Maserfield
1978
1978
DAFTAR
SINGKATAN
A
: Aguttara-Nikaya
AA : Commentary on A
Ap : Apadana
Asl : Atthasalini
AV : Atharva Veda
AA : Commentary on A
Ap : Apadana
Asl : Atthasalini
AV : Atharva Veda
B
of Disc : Book of the Discipline
Be : Burmese edition pf PvA
BHSD : Buddhist Hybrid Sanskrit Dictionary
Buddhist Psych.Ethics : Buddhist Psychological Ethics
BvA : Commentary on Buddhavamsa
Be : Burmese edition pf PvA
BHSD : Buddhist Hybrid Sanskrit Dictionary
Buddhist Psych.Ethics : Buddhist Psychological Ethics
BvA : Commentary on Buddhavamsa
Childers
: A Dictionary of the Pali Language
CPD : Critical Pali Dictionary
Compendium : Compendium of Philosophy
Cty : Commentary
CPD : Critical Pali Dictionary
Compendium : Compendium of Philosophy
Cty : Commentary
D
: Digha-Nikaya
DA : Commentary on D
Dhp : Dhammapada
DhpA : Commentary on Dhammapada
DhsA : Commentary on Dhammasangani (Atthasalini)
Dial : Dialogues of The Buddha
DPPN : Dictionary of Pali Proper Names
Dpv : Dipavamsa
DA : Commentary on D
Dhp : Dhammapada
DhpA : Commentary on Dhammapada
DhsA : Commentary on Dhammasangani (Atthasalini)
Dial : Dialogues of The Buddha
DPPN : Dictionary of Pali Proper Names
Dpv : Dipavamsa
EV
: Elders’ Verses
Expos : The Expositor (DhsA trans)
Expos : The Expositor (DhsA trans)
Gehman : Stories of the Departed (translator of)
GS : The Book of the Gradual Sayings
It
: Itivuttaka
J : Jataka
Jat : Jataka (No)
Jataka Stories : Jataka (trans)
JPTS : Journal of Pali Text Society
KhpA
: Khuddakapatha
KS : The Book of the Kindred Sayings
KS : The Book of the Kindred Sayings
M
: Majjhima-Nikaya
M- : Majjhima-Nikaya (Sutta No)
Manu : Manavadharmasastra
Mark.Pur : Markandeya Purana
MBh : Mahabharata
Mhv : Mahavamsa
Miln : Milindapanha
MLS : Middle Length Sayings
Mvu : Mahavastu
M- : Majjhima-Nikaya (Sutta No)
Manu : Manavadharmasastra
Mark.Pur : Markandeya Purana
MBh : Mahabharata
Mhv : Mahavamsa
Miln : Milindapanha
MLS : Middle Length Sayings
Mvu : Mahavastu
Nd1
: Mahaniddesa
Nd2 : Cullaniddesa
Nett : Netti-pakarana
Nd2 : Cullaniddesa
Nett : Netti-pakarana
PED
: Pali-English Dictionary
pp : past participle
PTS : Pali Text Society
Pv : Petavatthu (with reference)
: Petavatthu ed.Minayeff (without reference)
PvA : Commentary pn Pv
pp : past participle
PTS : Pali Text Society
Pv : Petavatthu (with reference)
: Petavatthu ed.Minayeff (without reference)
PvA : Commentary pn Pv
RV
: Rg Veda
S
: Samyutta-Nikaya
SA : Commentary on S
SBE : Sacred Books of the East
Se : Sinhalase edition of PvA
SED : Sanskrit-English Dictionary (Monier – Williams)
Sing. : Singular
Skt : Sanskrit
Sn : Suttanipata
SnA : Commentary on Sn
SA : Commentary on S
SBE : Sacred Books of the East
Se : Sinhalase edition of PvA
SED : Sanskrit-English Dictionary (Monier – Williams)
Sing. : Singular
Skt : Sanskrit
Sn : Suttanipata
SnA : Commentary on Sn
Text
: PTS edition of PvA
Thag or Th1 : Theragatha
Thig or Th2 : Therigatha
trans. : translation
Thag or Th1 : Theragatha
Thig or Th2 : Therigatha
trans. : translation
Ud : Udana
VA : Commentary
on Vin
Vin : Vinaya-Pitaka
Vin Texts : Vinaya Texts
Vism : Visuddhimagga
vl(l) : variant reading(s)
Vv : Vimanavatthu
VvA : Commentary on Vv
Vin : Vinaya-Pitaka
Vin Texts : Vinaya Texts
Vism : Visuddhimagga
vl(l) : variant reading(s)
Vv : Vimanavatthu
VvA : Commentary on Vv
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon masukannya... ^^