Selasa, 28 Mei 2013

PETAVATTHU


PENDAHULUAN
Sudah lama diharapkan ada pengantar pendek untuk karya ini yang membahas topik-topik seperti misalnya konsep Buddhis mengenai makhluk peta yang (biasanya) disebut doktrin mentransfer jasa kebajikan.
Sayangnya hal ini tidak dapat dilakukan karena keterbatasan waktu. Oleh sebab itu, saya berharap bahwa komentar Dhammapala mengenai Vimanavatthu, atau Cerita-cerita Surgawi, bisa dimasukkan. Mungkin dapat dikatakan di sini bahwa pada dasarnya, apa yang menyebabkan individu muncul sebagai peta adalah karena mereka lalai melakukan kedermawanan bagi Savakasangha yang pantas mendapat dana. Savakasangha merupakan tempat baru untuk pengurbanan, dan dapat juga dikatakan Agni (api kurban) baru. Sebagaimana menuangkan persembahan kurban ke dalam Agni, mengakibatkan persembahan itu ditransfer -lewat medium Agni- ke alam para dewa, demikian pula memberi makanan kepada Savakasangha mengakibatkan munculnya makanan itu -atau imbangannya yang amat halus- di alam sana untuk digunakan oleh orang itu sendiri setelah kematian. Tidak melakukan pemberian dana semacam ini (atau memberikan dana kepada mereka yang tidak pantas menerimanya) mengakibatkan tidak adanya komunikasi dengan alam dewa, tidak seperti berdana kepada Savakasangha dan Agni. Akibatnya, orang terlahir di alam dewa setelah kematian namun tanpa simpanan yang tersedia untuk menopangnya. Masalah yang serius ini dapat diluruskan dalam kondisi-kondisi tertentu oleh sanak saudara atau teman yang memberikan dana kepada yang pantas menerimanya. Kemudian mereka dapat memohon agar imbangannya yang amat halus yang dihasilkan dari dana itu dapat digunakan untuk peta ini atau peta itu. Kitab ini tidak menyarankan transfer jasa kebajikan seperti itu dan memang Dhammapala secara eksplisit menyatakan bahwa yang ditransfer bukanlah jasa kebajikan. Ketika menerima imbangannya yang halus di alam sana yang ditujukan padanya, peta itu pun berubah menjadi devata tanpa ada petunjuk bahwa perubahan status itu melibatkan tumimbal lahir apapun. Sebaliknya kita bisa melihat peta dan devata (yang biasanya memiliki vimana atau rumah besar) sebagai dua aspek kehidupan di alam dewa dalam kehidupan yang akan datang -yaitu kehidupan- kehidupan yang menderita dan bahagia. Keduanya itu masuk ke dalam dunia yang sama dan penyerahan imbangan halus dari dana itu sekadar meringankan keadaan penderitaan yang dialami oleh peta itu. Dengan demikian dia dimungkinkan untuk bisa menikmati kesenangan-kesenangan yang biasanya dihubungkan dengan dunia itu.


            Mungkin ada gunanya bila beberapa kata ditambahkan untuk mengantar para pembaca pada gaya komentar Dhammapala. Setiap cerita bisa dikatakan masuk ke dalam tiga bagian yang berbeda : (1) adanya kebutuhan, atau kisah pengantar, yang menjelaskan keadaan-keadaan di mana syair yang muncul berikutnya diucapkan; (2) syair-syair itu sendiri; dan (3) komentar mengenai syair itu saja. Di dalam pengantarnya (PvA 2) Dhammapala mengacu dua yang pertama pada Sang Buddha. Ketika menjelaskan bagaimana syair-syair itu diucapkan, Sang Buddha sendiri mengulang syair-syair yang bersangkutan. Dengan demikian, hanya bagian ketiga yang membentuk komentarnya. Tugas komentar, selain menjelaskan siapa yang mengatakan syair yang mana, terutama adalah menjelaskan arti kata-kata yang muncul di dalam syair-syair dan bukan menjelaskan secara rinci doktrin yang mungkin tersirat di situ. Dengan demikian akan terlihat bahwa komentar ini kaya dalam apa yang tampaknya -terutama di dalam terjemahannya- mungkin merupakan rangkaian padanan linguistik yang tidak begitu menarik tetapi secara relatif tetap tidak menyinggung isu-isu doktrin yang penting.


Beberapa ciri gaya komentar Dhammapala pantas disebutkan :
(1) Bahasa Pali, tidak seperti bahasa Inggris, mengandung berbagai macam bentuk sesuai tata bahasa dan bentuk verbal alternatif (yang berubah-ubah menurut banyak faktor) dan berbagai bentuk dari akar yang sama. Dhammapala sering sekali memberikan padanan bentuk lain, yang biasanya lebih umum dipakai. Di dalam hal-hal demikian, saya telah mengikuti metode yang digunakan Ñanamoli di dalam Minor Readings and Illustrator-nya, demikian : gave (=memberi, bentuk lampau): dajja = datva (bentuk tata bahasa alternatif) (PvA 139 mengenai II 9 68); demikian pula you should say (Anda seharusnya mengatakan) : vajjesi = vadeyyasi (bentuk tata bahasa alternatif) (PvA 203 mengenai III 6 7). Sebagai contoh bahasa Inggris tentang pasangan bentuk alternatif pertama dapat kita bandingkan he spelt = he spelled, dan yang kedua he lit = he lighted.


(2) Variasi serupa bisa juga ditemukan di antara (a) bentuk-bentuk kata ganti personal dan (b) bentuk akhiran dari kata benda. Jadi misalnya I (saya) me = maya (PvA 15 mengenai I 32) yang bisa dibandingkan dengan bentuk bahasa Inggris thy = your, sedangkan sebagai contoh bentuk akhiran alternatif kita dapat mengutip that lotus pond (kolam teratai itu): pokkharañña = pokkharaniya (PvA 157 mengenai II 129).


(3) Ciri bahasa Pali lain yang tidak dimiliki bahasa Inggris adalah kemampuannya membentuk bentuk majemuk dan sering merupakan tugas Dhammapala untuk memberitahukan masuk ke kelas majemuk yang mana contoh yang diberikan itu. Hal ini dilakukan dengan mengurainya menjadi bentuk-bentuk tunggal yang sekaligus menyebabkan terlihatnya hubungan internal yang menyatukan bagian-bagiannya. Di dalam kasus-kasus demikian saya juga mengikuti Ñanamoli, jadi : and with fraud and deceit (dan dengan kecurangan dan penipuan): nikativañcanaya ca = nikatiya vañcanaya ca (ketetapan bentuk majemuk) (PvA 211 mengenai III95). Akan terlihat jelas bahwa hampir di setiap kasus suatu bentukan majemuk membutuhkan ketetapan seperti itu bila diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, karena ‘with fraud-deceit‘ dan sebagainya sulit dipahami. Kadang-kadang kita bahkan menemukan bentukan-bentukan majemuk yang ditetapkan pada bentuk kata bahasa alternatif : food and drink : annapanamhi = anne ca pane ca (ketetapan bentuk majemuk dalam bentuk tata bahasa alternatif) (PvA 25 mengenai I 52).


(4) Jelas bahwa kadang-kadang Dhammapala dihadapkan dengan catatan-catatan variasi di dalam naskahnya. Maka sudah sepantasnya jika perhatian kita ditarik dengan cara menyebutkan alternatif di dalam komentarnya. Jika perlu, disertakan pula efeknya pada arti syair itu -lihat misalnya PvA 103 dst. mengenai II 717. Di saat lain, ungkapan-ungkapan tertentu memang amat membingungkan dan pada PvA 158 mengenai II 12 9 Dhammapala menunjukkan bahwa subhe mungkin berarti ‘bersinar terang’, sehingga bisa menjelaskan rumput, atau bisa juga merupakan sebutan raja bagi peti ketika ini berarti ‘Petiku yang bersinar terang’.


(5) Seperti komentator-komentator lain, Dhammapala kadang-kadang menawarkan etimologi yang lebih baik untuk berbagai kata, seperti misalnya istilah arahant pada PvA 7 mengenai I 11 tetapi tanpa ada -atau hanya sedikit- pembenaran linguistik seolah-olah kita mungkin mengatakan bahwa seseorang berada dalam keadaan kesucian karena dia sepenuhnya terbebas dari tidak-adanya-pengetahuan dari orang yang tidak percaya. Bila kata yang dimaksud itu memiliki sifat yang lebih duniawi, kadang-kadang dapat dideteksi adanya permainan kata-kata. Di dalam terjemahannya, permainan kata-kata seperti itu hampir tidak mungkin dipertahankan. Tetapi kira bisa mengilustrasikan gaya yang dipakai di situ dengan mengatakan bahwa seolah-olah dia harus mengatakan bahwa pakaian itu disebut waistcoat ( coat = mantel, waist = pinggang) karena terbuat dari bahan kain waste (buangan) setelah coat nya dibuat; atau bahwa sesuatu itu sarong (sarung) karena itu adalah sari yang telah diikat secara wrong (salah); atau bahwa tempat duduk disebut sofa karena orang hanya dapat bersandar so far (sejauh itu) sebelum dia terjatuh dari tepinya.


(6) Tetapi lima ciri ini secara relatif jarang ada di seluruh kitab komentar, dan metode umum yang dipakai Dhammapala adalah mengutip dari masing-masing tema syair yang beraneka panjangnya dan diikuti satu sinonim atau lebih. Sinonim-sinomim ini sering diikuti oleh frasa lagi yang diperkenalkan lewat kata ‘arti’. Dengan demikian, kesedihan (soko); ratap tangis, penyiksaan hati, yang berarti terbakar di dalam (PvA 18 mengenai I 43). Jika diketemukan bahwa satu atau beberapa syair tidak dikomentari, biasanya ini disebabkan karena syair itu telah muncul di cerita sebelumnya dan telah mendapat komentar di sana -inilah yang dimaksud oleh Dhammapala ketika beliau seringkali mengakhiri komentarnya dengan catatan yang berarti bahwa sisanya sama dengan yang sudah diberikan di atas. Kadang-kadang metode yang diikuti lebih kompleks karena, setelah memberikan tema yang dikomentari, Dhammapala kemudian mengulang tema yang sama itu, dengan diselingi berbagai keterangan mengenai masing-masing kata sampai daya tarik bacaannya bisa dianggap dikorbankan : mereka yang ….ketika suatu (upacara) penghormatan yang besar terhadap stupa para Arahat sedang berlangsung (ye ca kho thupapujaya vattante arahato mahe): secara kiasan beliau menjelaskan kerugiannya yang besar dengan mengatakan, “Engkau harus memisahkan, engkau harus menganggap sebagai orang luar, dari sana, dari tindakan yang penuh jasa itu, mereka orang-orang yang seperti saya, memperkenalkan kerugian dari kesalahan dengan menghormati stupa ketika suatu (upacara) penghormatan yang besar terhadap stupa Arahat, Buddha Sempurna, sedang berlangsung” (PvA 214 mengenai III 107), bagian-bagian yang dicetak miring (kira-kira) merupakan syair itu sendiri. Mungkin lebih baik bila gaya bahasa Pali tetapi diikuti sedekat mungkin walaupun hal ini sering menghasilkan kalimat yang tampak janggal bagi orang yang tidak terbiasa dengan metode yang digunakan. Tetapi jika Anda ingat metode Dhammapala, maka ketika membaca, Anda mungkin memperoleh lebih banyak dari situ daripada bila seandainya disajikan dengan bahasa Inggris yang lebih enak dibaca.


(7) Idealnya, tema-tema syair itu bisa digantikan dengan keterangan komentarnya. Telah diupayakan dengan susah payah agar hal ini bisa dilakukan di dalam bahasa Inggris dibandingkan dengan yang terdapat di dalam bahasa Pali aslinya. Jadi II 121 terbaca :


Dan saya berolah raga dan bermain dan bersenang-senang, tanpa rasa takut dari tempat manapun. Saya, Yang Mulia, telah datang untuk memberikan penghormatan kepada petapa yang penuh welas asih bagi dunia.


Dan komentar pada PvA 77 menjelaskan :
Saya : saham = sa aham (ketetapan gabungan), olah raga (ramami): menemukan kesenangan. Bermain (kilami) : memuaskan indera-inderaku. Bersenang-senang (modami): bergembira karena besarnya kenikmatanku. Tanpa rasa takut dari tempat manapun (akutobhaya): saya berdiam dengan nyaman dan sesuka saya karena tidak adanya rasa takut dari tempat manapun. Saya, Yang Mulia, telah datang untuk memberikan penghormatan (bhante vanditum agata): Saya, Yang Mulia, telah datang, yaitu saya telah menghampiri, untuk memberikan penghormatan pada Engkau yang merupakan sarana bagi saya untuk memperoleh keagungan surgawi ini.


Jika tema-tema dari syair itu kemudian diganti dengan keterangannya, maka hasilnya adalah sebagai berikut :


Dan saya menemukan kegembiraan dan memuaskan indera-indera saya dan bergembira karena besarnya kenikmatan saya -saya berdiam dengan nyaman sesuka saya karena tidak adanya rasa takut dari tempat manapun. Saya, Yang Mulia, telah datang, yaitu, saya telah menghampiri, untuk memberikan penghormatan kepada petapa yang penuh welas asih bagi dunia, Engkau yang merupakan sarana bagi saya untuk memperoleh keagungan surgawi ini.


Di dalam mempersiapkan karya ini, edisi-edisi teks berikut telah digunakan :
(1) Teks di dalam naskah Romawi yang diedit oleh E. Hardy untuk Pali Text Society pada tahun 1894/1896 (diacu sebagai ‘teks’ dalam catatan);
(2) Teks di dalam naskah Sinhala yang diedit oleh Siri Dhammarama Tissa Nayaka Thera dan Mapalagama Chandajoti Thera dan direvisi oleh Mahagoda Siri Nanissara Thera dan diterbitkan di Colombo pada tahun 1917 sebagai bagian dari Simon Hewavitarne Bequest (diacu sebagai Se).
(3) Teks di dalam naskah Burma pada edisi Chattasangayana yang diterbitkan di Rangoon pada tahun 1958 (diacu sebagai Be).


Sepenuhnya saya mengikuti terjemahan edisi Hardy karena inilah yang mungkin paling tersedia bagi pembaca bahasa Inggris. Lagi pula, edisi Hardy tetap berharga -walaupun ada berbagai salah cetak yang biasanya sudah dibetulkan di dalam Se dan Be- karena amat banyaknya bacaan yang dipertahankan, tidak seperti yang terakhir. Saya sangat menyesalkan bahwa pada saat itu edisi baru dari syair-syair teks Canon, yang membetulkan banyak kesalahan ini dan dipersiapkan oleh Profesor Jayawickrama untuk PTS, tidak saya miliki.


Ucapan terima kasih ditujukan bagi K.R. Norman dan Profesor Richard Gombrich untuk pengarahan jalan keluar yang bagus mengenai banyak bacaan yang mengganggu, juga kepada Lance Cousins yang pertama-tama memperkenalkan saya pada karya ini, kepada Dr. L.P.N. Perera yang membantu saya dari saat ke saat selama beliau tinggal di Lancaster, dan juga kepada istri saya yang telah dengan sabar membantu memeriksa naskah yang diketik pada tahap-tahap akhir. Yang terakhir, namun jelas bukan yang terkecil, saya harus menyatakan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ms. Horner, yang terus menerus menunjukkan perhatian dan merupakan sumber semangat saya.


Peter Maserfield
1978


DAFTAR SINGKATAN


A : Aguttara-Nikaya
AA : Commentary on A
Ap : Apadana
Asl : Atthasalini
AV : Atharva Veda


B of Disc : Book of the Discipline
Be : Burmese edition pf PvA
BHSD : Buddhist Hybrid Sanskrit Dictionary
Buddhist Psych.Ethics : Buddhist Psychological Ethics
BvA : Commentary on Buddhavamsa


Childers : A Dictionary of the Pali Language
CPD : Critical Pali Dictionary
Compendium : Compendium of Philosophy
Cty : Commentary


D : Digha-Nikaya
DA : Commentary on D
Dhp : Dhammapada
DhpA : Commentary on Dhammapada
DhsA : Commentary on Dhammasangani (Atthasalini)
Dial : Dialogues of The Buddha
DPPN : Dictionary of Pali Proper Names
Dpv : Dipavamsa


EV : Elders’ Verses
Expos : The Expositor (DhsA trans)


Gehman : Stories of the Departed (translator of)
GS : The Book of the Gradual Sayings


It : Itivuttaka


J : Jataka
Jat : Jataka (No)
Jataka Stories : Jataka (trans)
JPTS : Journal of Pali Text Society


KhpA : Khuddakapatha
KS : The Book of the Kindred Sayings


M : Majjhima-Nikaya
M- : Majjhima-Nikaya (Sutta No)
Manu : Manavadharmasastra
Mark.Pur : Markandeya Purana
MBh : Mahabharata
Mhv : Mahavamsa
Miln : Milindapanha
MLS : Middle Length Sayings
Mvu : Mahavastu


Nd1 : Mahaniddesa
Nd2 : Cullaniddesa
Nett : Netti-pakarana


PED : Pali-English Dictionary
pp : past participle
PTS : Pali Text Society
Pv : Petavatthu (with reference)
: Petavatthu ed.Minayeff (without reference)
PvA : Commentary pn Pv
RV : Rg Veda


S : Samyutta-Nikaya
SA : Commentary on S
SBE : Sacred Books of the East
Se : Sinhalase edition of PvA
SED : Sanskrit-English Dictionary (Monier – Williams)
Sing. : Singular
Skt : Sanskrit
Sn : Suttanipata
SnA : Commentary on Sn


Text : PTS edition of PvA
Thag or Th1 : Theragatha
Thig or Th2 : Therigatha
trans. : translation


Ud : Udana


VA : Commentary on Vin
Vin : Vinaya-Pitaka
Vin Texts : Vinaya Texts
Vism : Visuddhimagga
vl(l) : variant reading(s)
Vv : Vimanavatthu
VvA : Commentary on Vv

Sumber : Pendahuluan _ Samaggi-Phala.or.id.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon masukannya... ^^