konsentrasi (samadhi) . Kerelaan atau dana pada tingkat awal adalah latihan agar seseorang mampu melepaskan keterikatan dengan berbagai benda duniawi. Ia dilatih untuk mampu berbagi makanan, pakaian, tempat tinggal maupun berbagai benda keduniawian lainnya. Pada tingkat selanjutnya, latihan kerelaan dilakukan dengan berbagi perhatian, kasih sayang maupun pengertian terhadap lingkungan. Pada tahap lanjutan ini, kerelaan yang tertinggi adalah ketika seseorang mampu merelakan keakuan yang ia miliki. Ia mampu merelakan kebencian berubah menjadi kasih sayang. Ia merelakan permusuhan menjadi persahabatan. Ia mampu merelakan keinginan untuk diperhatikan menjadi pengabdian kepada masyarakat luas. Kemampuan tertinggi ini menjadi nyata dengan munculnya rasa sayang terhadap semua mahluk. Ia selalu berharap agar semua mahluk selalu hidup bahagia, bebas dari penderitaan maupun kebencian.
Kemoralan atau sila adalah latihan pengendalian perilaku badan maupun ucapan agar tidak menimbulkan penderitaan untuk diri sendiri maupun fihak lain. Dalam melaksanakan latihan kemoralan dikenal, paling sedikit, adanya lima latihan kemoralan yang biasa disebut sebagai Pancasila Buddhis . Pancasila Buddhis terdiri dari latihan untuk mengurangi pembunuhan serta penganiayaan, latihan untuk tidak melakukan pencurian, latihan untuk tidak melakukan pelanggaran kesusilaan atau perjinahan, latihan untuk tidak mengucapkan kata yang tidak benar atau bohong dan latihan kelima adalah berusaha menghindari makan minum berbagai bahan yang dapat menimbulkan ketagihan maupun hilangnya kesadaran akibat mabuk. Tujuan melaksanakan kelima latihan ini agar seseorang selalu menyadari semua tindakan badan maupun ucapannya.
Agar seseorang lebih mampu menyadari segala bentuk perilaku badan dan ucapannya, maka ia hendaknya melaksanakan latihan ketiga yaitu konsentrasi atau samadhi . Latihan konsentrasi ini menjadi sangat penting karena seseorang dikondisikan untuk tidak hanya terkendali perbuatan badan dan ucapannya saja, melainkan juga perbuatan melalui pikiran. Mereka yang memiliki perilaku badan dan ucapan yang baik belum tentu mempunyai pikiran yang baik. Namun, seseorang yang telah memiliki pikiran baik, tentu perilaku badan dan ucapannya akan baik pula. Pelaksanaan latihan konsentrasi ini atau sering disebut sebagai Samatha Bhavana menjadi dasar latihan kesadaran yang lebih tinggi yaitu selalu sadar dan perhatian setiap gerak-gerik pikiran yang muncul dan tenggelam yang disebut sebagai Vipassana Bhavana . Pentingnya upaya seseorang berlatih konsentrasi maupun kesadaran ini didukung dengan inti Ajaran Sang Buddha tentang Jalan Mulia Berunsur Delapan. Seperti telah diketahui bersama bahwa Jalan Mulia Berunsur Delapan adalah satu jalan yang terdiri dari delapan unsur yaitu Pandangan Benar, Pikiran Benar, Ucapan Benar, Perbuatan Benar, Mata Pencaharian Benar, Daya Upaya Benar, Perhatian Benar dan Konsentrasi Benar. Delapan unsur Jalan Mulia ini sering dikelompokkan menjadi tiga bagian besar yang disebut sebagai kelompok kebijaksanaan (panña) , kemoralan (sila) dan konsentrasi (samadhi) . Kebijaksanaan meliputi dua unsur pertama yaitu Pandangan Benar dan Pikiran Benar. Kemoralan terdiri dari tiga unsur berikutnya yaitu Ucapan Benar, Perbuatan Benar, serta Mata Pencaharian Benar. Sedangkan konsentrasi terdiri dari Daya Upaya Benar, Perhatian Benar dan Konsentrasi Benar. Pelaksanaan satu Jalan Mulia yang memiliki delapan unsur ini secara tekun dan penuh semangat akan dapat membebaskan seseorang dari ketamakan (lobha), kebencian (dosa) serta kegelapan batin (moha).
Dari pembagian kelompok Jalan Mulia Berunsur Delapan tersebut, jelas sudah bahwa konsentrasi menjadi salah satu bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan kedua bagian lainnya. Latihan konsentrasi pada awalnya dilakukan dengan memusatkan pikiran pada obyek meditasi yang telah ditentukan. Pencapaian tertinggi meditasi konsentrasi (Samatha Bhavana) ini disebut dengan Jhana . Apabila tingkat konsentrasi ini dapat dicapai, maka pelaku meditasi dapat melanjutkan dengan mengembangkan kesadaran pada segala gerak gerik pikiran maupun badan. Latihan meditasi tingkat lanjutan ini disebut sebagai meditasi mengembangkan kesadaran (Vipassana Bhavana) yang hasil tertingginya adalah kebijaksanaan (Panña) . Untuk mencapai kebijaksanaan sebagai hasil latihan pengendalian pikiran secara maksimal, diperlukan beberapa persiapan dasar. Seperti diketahui bahwa pikiran adalah merupakan bagian dari batin, sedangkan manusia terdiri dari badan serta batin, maka persiapan badan yang baik akan mendukung perkembangan kualitas batin yang baik pula. Persiapan badan dimulai dengan memahami posisi badan yang ideal selama bermeditasi. Ada empat posisi meditasi yang dapat dipergunakan yaitu duduk, berdiri, berjalan serta berbaring.
Posisi duduk biasanya dilakukan dengan bersila, yaitu menyilangkan kedua kaki. Idealnya, kedua kaki terlipat sedemikian rupa sehingga kedua telapak kaki terletak di atas paha. Jadi, telapak kaki kiri berada di atas paha kanan dan telapak kaki kanan terletak di atas paha kiri. Namun, kalau sulit untuk melakukan posisi ini, boleh juga kaki kiri dilipat dan diletakkan di bawah kaki kanan. Telapak kaki kanan berada di atas paha kiri. Akan tetapi, jika posisi ini pun sulit dilakukan, pergunakan posisi apapun juga yang penting duduk bisa terasa nyaman tanpa diganggu rasa kesemutan untuk waktu meditasi yang telah ditentukan, misalnya 15 atau 30 menit tanpa bergerak.
Setelah mampu memposisikan kaki sehingga nyaman duduk, maka letakkan kedua telapak tangan berada di pangkuan. Telapak tangan kiri berada di bawah telapak tangan kanan. Biasanya, kedua ujung ibu jari dipertemukan. Duduklah dengan tegak namun santai. Kepala tegak, mata dipejamkan, dan bernafaslah secara normal. Pusatkan pikiran pada obyek meditasi yang telah dipilih. Apabila pikiran memikirkan hal lain, sadarilah dan segera pusatkan kembali pada obyek meditasi tersebut. Demikian seterusnya selama waktu meditasi yang telah ditentukan.
Adapun meditasi dengan posisi berdiri dilakukan sesuai namanya yaitu memusatkan pikiran sambil berdiri tegak. Agar seseorang mampu berdiri secara nyaman, posisikan kedua telapak kaki satu sama lain berjarak selebar pundak. Tangan biasanya diletakkan di bawah pusar, telapak tangan kiri menempel di badan dan telapak tangan kanan di atas punggung tangan kiri. Tentu saja tangan boleh diposisikan di tempat lain, misalnya di samping badan, bersilang tangan di depan dada bahkan bersilang tangan di pinggang. Posisikan tangan senyaman mungkin sehingga selama waktu berdiri yang telah ditentukan, konsentrasi tidak terganggu. Kedua mata dipejamkan dan seluruh perhatian dipusatkan pada obyek meditasi.
Posisi meditasi yang lain adalah berjalan. Posisi tangan tetap di bawah perut, atau mungkin di samping badan, bersilang di depan dada ataupun di pinggang. Secara perlahan namun penuh konsentrasi, langkahkan kaki satu demi satu. Pada saat melangkah, seluruh perhatian dipusatkan pada obyek meditasi yaitu, biasanya, proses berjalan atau telapak kaki yang sedang melangkah. Perhatian pada proses berjalan dilakukan dengan merasakan saat kaki diangkat, maju dan diletakkan. Perhatian pada telapak kaki dilakukan dengan menyadari bagian belakang, tengah serta depan telapak kaki yang diangkat dan diletakkan. Meditasi berjalan ini dilakukan di tempat yang lurus dan rata. Jarak yang dipergunakan sekitar 15 langkah sampai dengan 25 langkah. Pelaku meditasi berjalan perlahan sampai di ujung jalan kemudian berbalik dan berjalan kembali sampai di ujung jalan yang lain. Demikian seterusnya sampai selesai waktu meditasi yang ditentukan. Jika kekuatan konsentrasi semakin tinggi, langkah yang dilakukan juga akan semakin perlahan. Ada kemungkinan, jarak sejauh 25 langkah tersebut ditempuh dalam waktu 30 menit atau lebih. Satu langkah mungkin menjadi dua menit atau lebih karena pikiran terpusat sangat kuat memperhatikan kaki yang sedang bergerak.
Sedangkan posisi meditasi yang keempat adalah berbaring. Posisi ini perlu dibedakan dengan tiduran. Tiduran dilakukan dengan tubuh telentang, tengkurap ataupun menyamping, kepala di atas bantal. Sedangkan posisi meditasi berbaring dilakukan dengan tubuh menyamping ke sebelah kanan, kepala ditopang oleh tangan kanan. Tangan kiri terletak di atas sisi kiri badan. Kaki kiri terletak di atas kaki kanan. Kedua mata dipejamkan. Seluruh perhatian dipusatkan pada obyek meditasi yang telah dipilih.
Meditasi sebaiknya dilakukan pada waktu dan tempat yang sama. Biasanya orang berlatih meditasi pada saat ia bangun tidur dan akan tidur. Lama meditasi, paling sedikit 15 menit sampai dengan 60 menit atau lebih. Lakukan meditasi sesuai dengan kemampuan. Sebelum meditasi, boleh saja melakukan sedikit upacara ritual menurut keyakinan masing-masing. Umat Buddha biasanya melakukan pembacaan paritta atau mengulang kotbah Sang Buddha sekitar 15 sampai 20 menit. Upacara ritual ini diperlukan agar pikiran lebih terarah pada kegiatan spiritual daripada kegiatan material.
Selama duduk bermeditasi, pelaku meditasi dapat memilih salah satu dari 40 obyek meditasi yang dikenal dalam Dhamma. Agar lebih jelas dan membantu pemilihan obyek meditasi, berikut ini secara singkat akan diuraikan obyek-obyek tersebut yaitu:
a. Sepuluh
kasina
|
(benda),
yaitu :
|
||
01.
|
Pathavi
kasina
|
= benda
berwujud tanah
|
|
02.
|
Apo
kasina
|
= benda
berwujud air
|
|
03.
|
Teja
kasina
|
= benda
berwujud api
|
|
04.
|
Vayo
kasina
|
=
merasakan wujud udara atau angin
|
|
05.
|
Nila
kasina
|
= benda
berwarna biru
|
|
06.
|
Pita
kasina
|
= benda
berwarna kuning
|
|
07.
|
Lohita
kasina
|
= benda
berwarna merah
|
|
08.
|
Odata
kasina
|
= benda
berwarna putih
|
|
09.
|
Aloka
kasina
|
= benda
berwujud cahaya
|
|
10.
|
Akasa
kasina
|
= benda
berwujud ruangan terbatas
|
|
b. Sepuluh
asubha
|
(ketidakindahan),
yaitu :
|
||
01.
|
Uddhumataka
|
= wujud
mayat yang membengkak
|
|
02.
|
Vinilaka
|
= wujud
mayat yang berwarna kebiru-biruan
|
|
03.
|
Vipubbaka
|
= wujud
mayat yang bernanah
|
|
04.
|
Vicchiddaka
|
= wujud
mayat yang terbelah di tengahnya
|
|
05.
|
Vikkahayitaka
|
= wujud
mayat yang digerogoti binatang-binatang
|
|
06.
|
Vikkhittaka
|
= wujud
mayat yang telah hancur lebur
|
|
07.
|
Hatavikkhittaka
|
= wujud
mayat yang busuk dan hancur
|
|
08.
|
Lohitaka
|
= wujud
mayat yang berlumuran darah
|
|
09.
|
Puluvaka
|
= wujud
mayat yang dikerubungi belatung
|
|
10.
|
Atthika
|
= wujud
tengkorak
|
|
c. Sepuluh
anussati
|
(perenungan),
yaitu :
|
||
01.
|
Buddhanussati
|
=
perenungan terhadap Buddha atau mereka yang telah mencapai kesucian
|
|
02.
|
Dhammanussati
|
=
perenungan terhadap Dhamma atau Ajaran mereka yang telah mencapai kesucian
|
|
03.
|
Sanghanussati
|
=
perenungan terhadap Sangha yaitu para siswa yang telah mencapai kesucian
|
|
04.
|
Silanussati
|
=
perenungan terhadap kemoralan
|
|
05.
|
Caganussati
|
=
perenungan terhadap kebajikan kedermawanan
|
|
06.
|
Devatanussati
|
=
perenungan terhadap makhluk-makhluk agung, para dewa dewi penghuni berbagai
tingkat alam surga
|
|
07.
|
Marananussati
|
=
perenungan terhadap kematian yang dapat dialami oleh semua mahluk
|
|
08.
|
Kayagatasati
|
=
perenungan terhadap badan jasmani sendiri
|
|
09.
|
Anapanasati
|
=
perenungan terhadap proses pernapasan yang mengalir secara alamiah
|
|
10.
|
Upasamanussati
|
=
perenungan terhadap Nibbana (Bhs. Pali) atau Nirvana (Bhs. Sanskerta)
|
|
d. Empat
appamañña
|
(keadaan
tanpa batas), yaitu :
|
||
01.
|
Metta
|
= cinta
kasih yang universal, tanpa pamrih, tanpa batas
|
|
02.
|
Karuna
|
= belas
kasihan atas penderitaan mahluk lain
|
|
03.
|
Mudita
|
= perasaan
simpati atas kebahagiaan mahluk lain
|
|
04.
|
Upekkha
|
=
keseimbangan batin
|
|
e.Satu
aharapatikulasanna
|
(perenungan
terhadap makanan yang menjijikkan)
|
||
f. Empat
arupa
|
(perenungan
pada bukan materi) :
|
||
01.
|
Kasinugaghatimakasapaññatti
|
= obyek
ruangan di keluar kasina
|
|
02.
|
Akasanancayatana-citta
|
= obyek
kesadaran tanpa batas
|
|
03.
|
Natthibhavapaññati
|
= obyek
kekosongan
|
|
04.
|
Akincaññayatana-citta
|
= obyek
bukan pencerapan pun tidak bukan pencerapan
|
Adapun penjelasan sekilas tentang masing-masing obyek meditasi tersebut adalah :
• Sepuluh kasina (benda)
Kasina tanah pada mulanya menggunakan obyek segumpal tanah. Namun, dalam perkembangan selanjutnya pelaku meditasi dapat menggunakan tanah bentukan, misalnya kendi dsb. Kasina air mempergunakan air yang diletakkan di sebuah tempat, misalnya gelas atau mangkuk. Kasina api biasanya mempergunakan nyala api lilin. Kasina angin dilakukan dengan merasakan angin yang berhembus dan mengenai tubuh sendiri. Kasina warna dilakukan dengan mempersiapkan peralatan dari kertas atau media lainnya yang dengan diberi warna biru, kuning, merah, atau putih. Kasina cahaya mempergunakan cahaya matahari atau bulan yang memantul di dinding atau di lantai melalui jendela atau sejenisnya. Kasina ruangan terbatas mempergunakan ruangan kosong yang mempunyai batas-batas disekelilingnya misalnya kamar kosong atau bahkan sebuah drum dsb.
Pelaku meditasi dengan mempergunakan salah satu dari obyek ini berusaha memusatkan perhatian pada obyek yang telah ditentukan dengan cara memandangnya untuk waktu yang cukup lama. Ia masih diperbolehkan untuk berkedip seperlunya. Ia terus memusatkan perhatian sampai seluruh obyek itu dapat diingat dan divisualisasikan atau dibayangkan dengan baik dalam batin. Dengan demikian, ia mampu melihat obyek itu secara jelas dan sama pada saat ia membuka maupun menutup mata.
• Sepuluh asubha (ketidakindahan)
Pelaku meditasi dengan obyek ini menyaksikan sendiri atau membayangkan (visualisasi) dalam batinnya sehingga ia dapat melihat dengan jelas mayat yang dimasukkan ke lubang kuburan, membengkak, membiru, bernanah, terbelah di tengahnya, dikoyak-koyak oleh burung gagak atau serigala, hancur dan membusuk, berlumuran darah, dikerubungi oleh lalat dan belatung, dan akhirnya hanya sebagai tengkorak saja. Kemudian, ia hendaknya menyimpulkan bahwa “Sebagaimana mayat itu, demikian pula tubuh ini. Bagian dalam maupun bagian luar. Saat ini saya masih sehat dan segar, namun, suatu saat pasti saya pasti akan hancur seperti mayat itu.”. Perenungan dan pemahaman terhadap mayat akan mengkondisikan seseorang dapat terbebas dari kemelekatan dengan segala sesuatu, termasuk dengan tubuhnya sendiri.
• Sepuluh anussati (perenungan)
Pelaku meditasi yang mempergunakan obyek perenungan Buddhanussati, merenungkan sembilan sifat Sang Buddha yaitu maha suci, telah mencapai penerangan sempurna, sempurna pengetahuan dan tingkah lakunya, sempurna menempuh jalan ke Nibbana, pengenal semua alam, pembimbing manusia yang tiada taranya, guru para dewa dan manusia, yang sadar, yang patut dimuliakan.
Demikian pula dalam Dhammanussati , pelaku meditasi merenungkan enam sifat Dhamma yaitu Dhamma telah sempurna dibabarkan, nyata di dalam kehidupan, tak lapuk oleh waktu, mengundang untuk dibuktikan, menuntun ke dalam batin, dapat dihayati oleh para bijaksana dalam batin masing-masing.
Obyek Sanghanussati dilaksanakan dengan merenungkan sembilan sifat Ariya-Sangha yaitu mereka yang telah bertindak baik, lurus, benar dan patut. Mereka patut menerima pujaan, patut menerima sambutan, patut menerima persembahan, patut menerima penghormatan, ladang menanam jasa yang tiada taranya bagi mahluk dunia.
Obyek silanussati dilaksanakan dengan merenungkan sila atau kemoralan yang telah dilaksanakan dengan sempurna, tidak tercela dan dipuji oleh para bijaksana serta menuju pemusatan pikiran.
Obyek caganussati dilaksanakan dengan merenungkan kebajikan berdana yang telah dilaksanakan yang mampu mengurangi bahkan melenyapkan kekikiran.
Obyek devatanussati dilaksanakan dengan merenungkan para dewa dan dewi penghuni berbagai tingkat surga yang berbahagia serta sedang menikmati hasil perbuatan baik yang telah dilakukannya.
Obyek marananussati dilaksanakan dengan merenungkan, “Kematian pasti akan aku alami. Badan yang telah menjadi bangkai akan dimakan oleh ulat, kutu, belatung, serta binatang lainnya yang hidup dengan ini. Bahwa aku tidak pernah mengetahui saat, tempat dan cara ku mengalami kematian. Aku juga tidak mengetahui kemana aku akan terlahirkan kembali setelah kematian.”
Obyek kayagatasati dilakukan dengan merenungkan 32 bagian tubuh mulai dari telapak kaki sampai kepala atau sebaliknya semuanya diselubungi kulit yang berisikan penuh kekotoran. Dalam badan terdapat rambut di kepala, bulu badan, kuku, gigi, kulit, daging, urat, tulang, sumsum, ginjal, jantung, hati, selaput dada, limpa, paru-paru, usus, saluran usus, perut, kotoran, empedu, lendir, nanah, darah, keringat, lemak, air mata, minyak kulit, ludah, ingus, cairan sendi, air kencing, dan otak.
Obyek paling disukai dan dijadikan dasar latihan meditasi di berbagai tempat adalah anapanasati yang dilaksanakan dengan selalu merenungkan atau mengamati saat nafas keluar maupun masuk secara alamiah. Pelaku meditasi tidak perlu mengatur nafas. Ia hanya selalu berusaha menyadari saat nafas masuk dan keluar.
Obyek upasamanussati dilakukan dengan merenungkan Nibbana (Bhs. Pali) atau Nirwana (Bhs. Sanskerta) yang terbebas dari kekotoran batin, hancurnya keinginan, putusnya lingkaran tumimbal lahir.
• Empat appamañña (keadaan tanpa batas)
Keempat keadaan tanpa batas ini sering disebut sebagai Brahma Vihara (kediaman luhur). Pelaksanaan metta-bhavana dapat dilakukan dengan memancarkan pikiran cinta kasih terhadap diri sendiri, orangtua, guru, teman-teman, bahkan kepada para musuhnya. Namun, selain cara tersebut, ada pula yang menggunakan pengulangan dalam batin kalimat “Semoga semua mahluk berbahagia.” Dengan pengulangan ini, si pelaku adalah mahluk, semoga ia mendapatkan kebahagiaan sesuai dengan harapan yang ia miliki. Demkian pula keluarganya adalah mahluk, semoga keluarganya mendapatkan kebahagiaan sesuai dengan harapan mereka masing-masing. Lingkungan juga mahluk, kiranya mereka semua mendapatkan kebahagiaan sesuai dengan kamma masing-masing. Bahkan, para musuhnya pun mahluk, semoga mereka semua berbahagia. Pengulangan kalimat cinta kasih ini akan dapat mengendalikan bahkan melenyapkan kebencian yang mungkin saja dimiliki oleh pelaku meditasi.
Pelaksanaan karuna-bhavana dilakukan dengan berusaha memancarkan pikiran penuh welas asih serta belas kasihan kepada mereka yang sedang menderita, mengalami kemalangan, sedih, sengsara dan sebagainya.
Pelaksanaan mudita-bhavana dilakukan dengan berusaha memancarkan pikiran penuh simpati kepada mereka yang sedang berbahagia atau bahkan lebih bahagia daripada pelaku meditasi. Ia hendaknya merasakan kebahagiaan ketika melihat mahluk lain berbahagia.
Pelaksanaan upekkha-bhavana dilakukan dengan mengembangkan sikap tenang seimbang ketika pelaku meditasi dalam kehidupan sehari-hari mengalami delapan kondisi keduniawian akibat perubahan waktu yaitu suka – duka, dipuji – dicela, untung – rugi, memperoleh pangkat – dipecat.
• Satu aharapatikulasañña (perenungan terhadap makanan yang menjijikkan)
Penggunaan obyek aharapatikulasañña ini dilakukan dengan merenungkan bahwa makanan yang nikmat dilihat dan harum baunya, ketika dikunyah dan dimuntahkan kembali akan menghilangkan nafsu makan. Begitu pula ketika makanan yang telah ditelan dimuntahkan kembali. Apalagi ketika sisa makanan yang telah ditelan dan dicernakan keluar dari tubuh berbentuk cairan (urine) dan kotoran (tinja). Perenungan pada makanan ini akan membangkitkan pengertian bahwa makanan hanya untuk hidup bukan hidup untuk makan. Tidak ada gunanya seseorang melekat dengan makanan. Ia dapat membedakan dengan jelas antara kebutuhan dan keinginan makan. Ia tidak lagi makan secara berlebihan.
• Satu catudhatuvavatthana (analisa terhadap empat unsur dalam badan jasmani)
Pelaksanaan meditasi dengan obyek catudhatuvavatthana dilakukan dengan merenungkan bahwa dalam badan jasmani terdapat empat unsur materi, yaitu :
- Pathavi-dhatu (unsur tanah
atau unsur padat) yaitu segala sesuatu yang bersifat keras atau padat.
Misal : rambut kepala, bulu badan, kuku, gigi, dan lain-lain.
- Apo-dhatu (unsur air
atau unsur cair) yaitu segala sesuatu yang bersifat berhubungan yang satu
dengan yang lain atau melekat. Misal : empedu, lendir, nanah, darah, dan
lain-lain.
- Tejo-dhatu (unsur api atau unsur panas) yaitu segala sesuatu yang bersifat panas dingin. Misal : Kondisi badan yang biasanya hangat, namun bisa menjadi panas ketika sakit atau kedinginan di suatu tempat.
- Vayo-dhatu (unsur angin atau unsur gerak) yaitu segala sesuatu yang bersifat bergerak. Misal : angin yang berada dalam perut atau usus, angin yang keluar masuk sewaktu seseorang bernapas, dan lain-lain
• Empat arupa (perenungan
pada bukan materi)
Pelaksanaan kasinugaghatimakasapaññati dilakukan
setelah batin mencapai kesempurnaan visualisasi kasina kemudian dilanjutkan
dengan perenungan pada ruangan tanpa batas dengan tetap melakukan visualisasi
atau membayangkan “Ruangan. Ruangan. Ruangan ini tidak terbatas” dan gambaran
kasina yang telah dicapai digantikan dengan ruangan tanpa batas ini.
Pelaksanaan akasanancayatana-citta dilakukan
dengan menembus mempergunakan kesadarannya ruangan tanpa batas tersebut sambil
merenungkan, “Tak terbataslah kesadaran itu”. Pelaku meditasi secara terus
menerus memikirkan penembusan ruangan itu.
Pelaksanaan natthibhavapaññati dilakukan
dengan mengarahkan perhatian pada kekosongan atau kehampaan serta tidak ada
apa-apanya kesadaran terhadap ruangan yang tanpa batas itu. Pelaku meditasi
terus menerus merenungkan, “Tidak ada apa-apa di sana. Semua hanyalah
kekosongan”.
Pelaksanaan akincaññayatana-citta dilakukan
dengan merenungkan keadaan kekosongan sebagai ketenangan atau kesejahteraan.
Apabila pelaku meditasi telah mencapai kondisi ini maka ia hendaknya
mengembangkan pencapaian dari sisa unsur-unsur batin yang lain yaitu perasaan,
pencerapan, bentuk-bentuk pikiran, dan kesadaran sampai batas kelenyapannya.
Jadi, setelah kekosongan itu dicapai, maka kesadaran mengenai kekosongan itu
dilepas, seolah-olah tidak ada pencerapan lagi.
Oleh Bhikkhu Uttamo
Sumber
: Dasar-Dasar
Meditasi _ Samaggi-Phala.or.id.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon masukannya... ^^